Banyak penulis yang gagal memikat
penerbit, karena bagian awal naskahnya tidak menggemaskan. Padahal first chapter bisa dikatakan sebagai
penentu apakah editor --yang di mejanya bertumpuk naskah-naskah yang harus
dibaca—mau membaca naskahnya hingga akhir cerending yang
luar biasa keren.
ita atau tidak. Jika tidak, percumalah anda membuat
ita atau tidak. Jika tidak, percumalah anda membuat
Sebelum itu terjadi, mari kita perhatikan
beberapa hal berikut
Editor
bahkan siapapun pembacanya tidak akan menyukai bagian awal yang njelimet.
Jangan pernah
membuat susunan kalimat atau paragraf yang njelimet. Bertele-tele atau
pengulangan dari paragraf sebelumnya. Hindarkan juga penggunaan istilah yang
tidak umum, yang mungkin hanya anda dan pasangan LDR anda saja yang tahu
artinya.
Jangan
terlalu polos juga. Gunakan diksi yang tepat. Jika perlu gunakan beberapa majas
semisal metafora atau personifikasi untuk memperindah kalimat anda.
Misal: ‘Malam
menjelang, bulan nampak menghiasi langit. Beberapa anak tengah berlari menuju
surau untuk mengaji’. Anda bisa menggunakan ‘Gema adzan berkumandang ke seluruh
penjuru alam. Saat dewi malam mulai keluar dari peraduannya, saat itulah
beberapa anak mulai berlari menuju surau guna memperdalam ilmu agama yang
dimilikinya’.
Perhatikan
Proporsi Narasi dan Dialog
Ingatlah hal
yang berlebihan adalah tidak baik. Begitupun proporsi narasi maupun dialog
dalam bagian awal naskah kamu. Ingatlah narasi yang terlalu panjang tanpa
dialog akan membuat pembacamu jengah. Begitupun naskah yang hanya dialog saja. Andaikan di awal
cerita kamu harus menjelaskan karakter tokohmu dengan detail, kamu bisa
menyelipkannya dalam dialog yang terjadi antar tokoh.
Kalau kata bos penerbitan Jogja
yang menggemaskan, percuma meski kau punya pesan moral yang berguna atau ending
yang keren, jika di awal naskah saja pembaca enggan melanjutkan membaca chapter berikutnya. So, buatlah first chapter yang menarik dan menggemaskan.
0 komentar:
Posting Komentar